Archive for August, 2010

Cerpen : Sebuah Senyum

Posted in Cerpen on 19/08/2010 by ruangfahriasiza

Dimuat di Sumut Pos, Minggu, 15 Agustus 2010

SETIAP berangkat atau pulang bekerja, Syarif pasti melihat lelaki muda itu penuh semangat menyapu jalan. Sapu lidi bertangkai bambu panjang dan seragam kuning-kuning yang mulai kumal selalu jadi pemandangan pada sosok itu. Gerakannya membuang sampah yang kerap menyebarkan bibit penyakit tak pernah berubah. Cepat. Tangkas dan bergairah tinggi.

Bila hari Minggu seperti ini, sejak pukul enam pagi hingga pukul dua siang nanti, jalan protokol ini selalu ramai oleh orang-orang berdagang. Dari mulai buatan Jepang, Cina, sampai Indonesia pun tersedia. Dari mulai pakaian hingga kendaraan bermotor pun ada.

Continue reading

Advertisement

Cerpen : Tarian Kupu-Kupu

Posted in Cerpen on 19/08/2010 by ruangfahriasiza

Dimuat di tabloid NOVA, No. 1172/XXIII, 9 – 15 Agustus 2010

“BAPAKMU mana?”

“Bapakku sudah mati. Bapakmu?”

“Hmm… bapakku, sudah kuanggap mati.”

Penggalan percakapan itu masih menari-nari di bantaran benakku, tanpa menyisihkan sedikit pun suasana lalu yang tergambar. Kala itu kami duduk berdua, di batang pohon yang menjorok ke sungai beraliran deras. Senja telah menyebar menyingkap siang yang meranggas.

Seharusnya tempat yang tidak nyaman itu membuat kami gemetar, karena bisa saja batang pohon itu tiba-tiba menghempas ke sungai dan menggulung kami dalam derasnya aliran.

Continue reading

Cerpen : Dilarang Bicara Dengan Orang Penting

Posted in Cerpen on 02/08/2010 by ruangfahriasiza

Dimuat di Tribun Jabar, Minggu, 1 Agustus 2010

GARA-GARA dianggap menyemburkan serapahan pada mobil mewah yang nyaris menyerempetnya, Jarot dibetot, lalu digeret ke Polsek yang dulu bangunannya hanya sepetak tanah dan kini telah menjadi penuh romantis, tiga lantai dengan halaman yang bisa menampung dua puluh kendaraan roda empat. Setiap lantainya pun ber-AC. Menyenangkan bekerja di sini, desis Jarot ketika tubuhnya didorong masuk ke sebuah ruangan. Kursinya empuk pula. Pantatnya bersemayam adem hingga tak merasakan sentakan tangan kekar yang menekan kedua bahunya mempersilakan duduk.

Dia diinterogasi selama lima jam. Diiringi suara kasar yang menyayat telinga, tapi lagi-lagi (mungkin karena suasana yang sejuk dan pantat yang damai) Jarot tidak terlalu perduli.

Continue reading